Friday, 2 December 2016

Materi Dhammadesana Siap dan Cerdas Menghadapi Penderitaan (Dukkha)

SIAP DAN CERDAS MENGHADAPI PENDERITAAN (DUKKHA)
Seperti Menghadapi Ular


Halo, kali ini kami mengangkat tema ini karena kami juga mengalami namanya penderitaan yang bertubi-tubi. Ketika salah bersikap terkadang penderitaan ini bukannya selesai tapi justru semakin menjangkiti kita. Dalam perjalanan kita menemukan inspirasi ini. Jadi harus bagaimana sikap kita agar bisa menjadi cerdas dan siap menghadapi penderitaan? 

Bapak ibu, saudara/i sedharma marilah kita  beranjali dan mengagungkan Guru Agung Junjungan kita Buddha Gotama dengan mengucapkan

Namo Tassa Bhagavato arahato samma sambuddhassa 3x
Sukhi Hotu, Namo Buddhaya

Kita sebagai manusia tidak menginginkan penderitaan. Sebagian besar dari kita tidak ingin yang lain selain kesenangan. Tetapi sesungguhnya, kesenangan merupakan penderitaan yang halus, tidak kentara. Rasa sakit adalah penderitaan yang nyata dan jelas. YM Ajahn Chah dalam buku 108 Perumpamaan Dhamma memberikan analogi; penderitaan dan kesenangan seperti seekor ular. Kepalanya adalah penderitaan, ekornya adalah kesenangan. Di kepalanya terdapat racun. Mulutnya mengandung racun. Jika kamu mendekati kepala si ular, ia akan menggigitmu. Jika kamu memegang ekornya sepertinya aman-aman saja, tetapi apabila kamu tetap memegang ekornya tanpa melepaskannya, ular tersebut akan berbalik dan menggigitmu juga. Hal ini dikarenakan baik kepala ular maupun ekornya terdapat pada satu tubuh ular yang sama.                  

Baik kebahagiaan maupun kesedihan berasal dari sumber yang sama; dalam hal ini adalah kemelekatan dan kegelapan batin. Itulah mengapa ada waktunya ketika kamu bahagia tetapi tetap merasa gelisah dan tidak nyaman –bahkan ketika kamu telah memperoleh hal yang kamu suka, seperti pencapaian materi, status, dan dipuji. Ketika kamu memperoleh hal-hal ini kamu merasa senang, tetapi sebenarnya pikiranmu tidak benar-benar damai karena ada kekhawatiran bahwa kamu akan kehilangan hal-hal tersebut. Kamu takut sumber kesenangan ini akan menghilang. Ketakutan ini yang menyebabkan kamu jauh dari kedamaian. Terkadang kita kehilangan kesadaran ini dan saat itulah kita menjadi sangat menderita. Ini berarti bahwa bahkan apabila hal-hal ini membahagiakan, penderitaan berada dibalik kebahagiaan tersebut. Kita hanya tidak menyadarinya. Sama seperti ketika kita memegang seekor ular: Meskipun kita memegang ekornya, jika kita tetap memegang ular tersebut tanpa melepaskannya, ular tersebut akan balik dan menggigit kita.

Dengan demikian, kepala ular dan ekor ular, penderitaan dan kebahagiaan: Inilah yang membentuk sebuah lingkaran yang akan terus berputar. Itulah mengapa kesenangan dan rasa sakit, baik dan buruk bukanlah sang jalan (menuju kesucian).

Sumber: Buku 108 Perumpamaan Dhamma

No comments:

Post a Comment

Cerah Sedetik

RA. KARTINI: “SAYA ADALAH ANAK BUDDHA”