Wednesday, 23 November 2016

Materi Dhammadesana Menjaga Ucapan (Lisan dan Tulisan)

Bapak ibu, saudara/i sedharma marilah kita  beranjali dan mengagungkan Guru Agung Junjungan kita Buddha Gotama dengan mengucapkan

Namo Tassa Bhagavato arahato samma sambuddhassa 3x
Sukhi Hotu, Namo Buddhaya

Bapak/ibu, saudara/i yang berbahagia.
Sebagai sebagai mana Buddha mengajarkan kita, ada lima prinsip yang harus kita jadikan landasan dasar dalam bergaul baik di dunia nyata maupun dunia maya, yaitu Pancasila. Sila ke empat adalah tekad untuk melatih diri menghidanri ucapan yang tidak benar. Apa kriteria ucapan benar itu? Kriteria ucapan benar ada 4 yaitu ucapan itu benar (sesuai dengan kenyataan), bermanfaat, diucapkan tepat pada waktunya dan beralasan. Inilah kriteria ucapan benar.

Lebih lanjut Buddha menjelaskan dalam Anguttara Nikaya bahwa ada empat ciri manusia rendah dan empat ciri manusia luhur. Ciri yang dimaksud berkaitan dengan bagaimana seseorang menjaga ucapannya. Berikut saya rangkum tentang ciri manusia luhur dan manusia rendah menurut ucapannya.

Manusia dianggap rendah bila:
1. tanpa ditanya (ia) mengungkapkan keburukan-keburukanorang lain, terlebih bila ditanya. Ia akan mengungkap keburukanitu sedetail-detailnya.
2. ia tidak akan mengungkapkan hal-hal yang layak mendapat pujian, apa lagi jika tidak ditanya (ia) tidak akan memberi pujian.
3. ia tidak akan mengungkapkan kesalahan-kesalahanya sendiri, apalagi jika tidak ditanya.
4. ia memuji diri sendir meski tidak ada yang bertanya, apalagi jika ada yang bertanya. 

Manusia dianggap luhur bila:
1. ia tidak akan mengungkapkan kesalahah-kesalahan orang lain, apalagi bila tidak ditanya.
2. ia akan memuji hal-hal yang layak mendapat pujian, apalagi jika ditanya.
3. ia akan mengungkapkan kesalahan-kesalahannya sendiri, apalagi jika ditanya.
4. ia tidak akan memuji diri sendiri, apalagi jika tidak ditanya.

Demikian, kita dapat membandingkan manusia rendah dan manusia luhur. Manusia rendah akan terjerumus pada hobby menggosip, iri hati, sifat munafik, dan pamer. Mengapa? karena orang yang gemar mengungkap kesalahan orang lain, ia merasa dirinya lebih suci dari orang lain. Ia bahkan akan menutup-nutupi keburukannya sendiri. Ia akan terjerumus pada sifat pamer dan takut tersaingi. 

Sedangkan manusia luhur ia akan menjaga ucapannya dari gosip, mampu memberi pujian secara tulus, jujur, dan rendah hati. Orang yang sama-sama suka bergosip, suatu ketika akan mengumbar gosip antar grup penggosip juga.  Maka hindarilah orang yang gemar bergosip. Suatu hari dibelakang anda ia juga mau menggosipkan anda. Orang yang pandai memuji secara tulus tentu lebih baik, karena pujian yang tulus dapat memotivasi untuk hal-hal yang lebih baik dan berguna. Demikian juga orang yang jujur, terbuka dalam mengungkapkan kesalahannya atau memberi teguran. Tentu lebih baik. Ia tidak akan membuat anda tertekan tetapi ia yang bijaksana akan berterima kasih atas terguran manusia luhur ini. Manusia yang luhur tidak akan memuji diri sendiri, melainkan ia akan bersikap rendah hati. Sebagai contoh orang yang benar-benar cantik tidak akan memuji diri, orang yang benar-benar kaya tidak akan memamerkan kekayaannya. Orang yang suka pamer akan menunjukkan kesan sombong dan angkuh. Hal-hal yang dipamerkan itu tidak akan pernah membuat kemajuan apapun, melainkan memunculkan kebencian, iri hati bagi sesama manusia rendah. Dimanapun dari golongan lapisan masyarakat apapun, manusia rendah tidak akan menjadi teladan, sedangkan manusia luhur akan mejadi teladan dan inspirasi.

Jika sudah demikian hendaknya seseorang tetap memegang teguh sila dalam hal ini menjaga ucapan baik lisan maupun tulisan dari pelanggaran sila. Agar tidak terjerumus dalam lobha, dosa dan moha.

Semoga bermanfaat
Mettacittena.

(Sumber inspirasi : Kitab Suci Tipitaka, Anguttara Nikaya, IV:73)

No comments:

Post a Comment

Cerah Sedetik

RA. KARTINI: “SAYA ADALAH ANAK BUDDHA”