Wednesday 23 November 2016

Doa Makan Buddhis

Sukhi hotu namo Buddhaya
Semoga anda berbahagia, terpujilah Buddha

Kali ini saya akan berbagi pengetahuan Dharma tentang "doa" makan menurut Buddha-Dhamma. Sebelum  saya menuliskan tentang Gatha tersebut ada sebuah meme yang berbunyi "ojo lali sarapan, ben kuat ngadepi kenyataan". Artinya jangan lupa sarapan agar kuat menghadapi kenyataan. Meme seperti ini memang bertebaran di mana-mana. Kalimatnya sederhana tapi kalau direnungkan, kalimat tersebut memiliki makna yang mendalam sebagai mana Buddha mengajarkan Kesunyataan. Makanan adalah sarana penopang untuk menjaga kesehatan dan kehidupan kita hingga kita dapat mempraktekan sila untuk mencapai kebahagiaan sejati seperti dalam Gatha Perenungan Makan berikut:

Patisankha yoniso aharang patisevami, neva davaya na madaya na mandanaya na vidhusanaya, yavadeva imassa kayassa thitiya yapanaya vihing suparatiya silanuggahaya. Iti purananca vedanang patihankhami navanca vedanang na uppadesami, yatra ca me bhavissati anavajjata ca phasuviharo cati.

Merenungkan tujuan sebenarnya saya memakan makanan ini: bukan untuk kesenangan, bukan untuk memabukkan, bukan untuk menggemukkan badan, atau pun untuk memperindah diri; tetapi hanya untuk kelangsungan dan menopang tubuh ini, untuk menghentikan rasa tidak enak (karena lapar) dan untuk membantu kehidupan bersusila. Saya akan menghilangkan perasaan yang lama (lapar) dan tidak akan menimbulkan perasaan baru (akibat makan berlebih-lebihan). Dengan demikian akan terdapat kebebasan bagi tubuhku dari gangguan2 dan dapat hidup dengan tentram


Tata caranya adalah
1. Setelah makanan siap di piring  makan duduklah dengan tenang, kedua sisi piring atau mangkuk tersebut dipegang.
2. Bacakan gatha perenungan makan, arahkan padangan pada makanan yang akan kita santap.
3. Mengambil makanan secukupnya, tidak sampai membuat mulut sangat penuh makanan sehingga terkesan tidak mampu mengendalikan lobha( keserakahan) dan kunyahlah dengan lembut.
4. Pada saat makan duduk tenang dan hanya mengamati makanan dalam piring masing-masing. Hindari sikap-sikap seperti melirik-lirik makanan milik orang lain karena menunjukkan sikap tidak sopan.

Barangkali ada yang merasa bingung ya, kok Gatha perenungan makan dalam agama Buddha tidak ada kalimat yang mengungkapkan rasa syukur, terima kasih dll? Tulisan berikutnya akan saya bahas tentang Gatha yang dilafalkan sebagai wujud syukur bagi semua orang yang terlibat hingga makanan tersebut bisa disantap.

Semoga menambah wawasan ya.
Mettacittena



Sumber: Paritta Suci



No comments:

Post a Comment

Cerah Sedetik

RA. KARTINI: “SAYA ADALAH ANAK BUDDHA”