SEJARAH MUNCULNYA AGAMA DI INDIA KUNO
Pengantar
Sepanjang sejarah kehidupan manusia tidak lepas
dari sebuah sisten kepercayaan. Mulai dari masyarakat primitif hingga
masyarakat modern memiliki sebuah sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan masyarakat primitif dimulai dari
kepercayaan akan benda-benda mati ataupun binatang-binatang tertentu (dinamisme).
Seiring majunya pola pikir masyarakat, kepercayaan dinamisme pun mengalami
pergeseran. Dalam studi kasus peradaban Kristen, Islam dan Yahudi, Schmidt
(dalam Amstrong, 2004:27) menyatakan telah ada satu monoteisme primitif sebelum
manusia menyembah banyak dewa. Manusia percaya akan adanya satu Tuhan yang
menciptakan dunia dan mengatur segala isinya. Tuhan yang mereka maksud disebut
sebagai Tuhan Tertinggi. Lebih lanjut di katakan Scmidt bahwa Tuhan Tertinggi
pada zaman kuno kemudian digantikan oleh tuhan-tuhan kuil. Demikian studi kasus
yang dari agama-agama samawi (Yahudi, Kristen dan Islam). Agama-agama
ini didalam tradisi yang termuat dalam kitab dikatakan sebagai agama wahyu dari
Tuhan. Meskipun dipercaya mutlak ajaran Tuhan dalam perkembangannya ternyata
mengalami perubahan-perubahan.
Berdasarkan catatan sejarah, agama-agama yang
dianut sebagian besar umat manusia di dunia ini lahir di daratan Asia. Demikian
pula tradisi Brahmanisme lahir di daratan India. Sebagai sebuah kepercayaan
yang dianut oleh umat manusia dalam perkembangannya tradisi Brahmanisme pun
mengalami perubahan dilihat dari segi religiusitas dan segi sosialnya. Lalu
bagaimana perkembangan bertahap tradisi Brahmanisme dari segi agama dan sosial?
Pembahasan
Bangsa Arya kuno diperkirakan berasal dari
Indo-Jerman dan masuk ke daratan India dari Afganistan melalui celah Kaibar
sekitar tahun 1500 SM. Pada saat itu peradaban Mohenjodaro dan Harappa
sedang mengalami penurunan. Selain mengalami penurunan budaya, sifat terbuka
Bangsa asli India (bangsa Dravida) memberikan peluang besar bagi
perkembangan tradisi Brahmanisme yang dibawa oleh Bangsa Arya.
Segi
Sosial
Kegiatan ekonomi utama
bangsa Arya adalah sebagai penggembala dan peternak. Sebagai penggembala dan peternak mereka hidup
secara nomaden, berpindah-pindah
dari daerah yang satu ke daerah lain sejauh ternak mereka memakan rumput. Luas
daerah yang dijelajahi ternak ini menentukan penguasaan dan pemilikan hak atas
suatu daerah (fleksibel). Untuk mempertahankan klaim mereka atas suatu wilayah
maka para penggembala akan dikawal oleh penunggang kuda bersenjata (coboy
Arya). Ketika seorang raja akan memproklamirkan dirinya sebagai raja maka
dia akan melakukan pelepasan terhadap seekor kuda yang paling bagus untuk
dipersembahkan dalam upacara pengorbanan kuda (asvamedha). Kuda ini akan
dikawal oleh prajurit bersenjata dan siap untuk mengalahkan siapa saja yang
berusaha mengganggu kuda atau berusaha menangkapnya. Setelah kuda ini
berjelajah selama satu tahun, maka wilayah yang dijelajahi tadi termasuk
menjadi tanah taklukan dan berada dibawah kekuasaan raja tadi. Setelah hijrah
ke India mereka kemudian mulai hidup menetap seperti bangsa Dravida. Untuk memisahkan diri dari bangsa Dravida
dan mempertahankan eksistensinya, bangsa Arya menciptakan konsep Kasta.
Munculnya konsep kasta berawal dari inspirasi upacara pengorbanan kepada purusa.
Adapun empat kasta yang dimaksud adalah:
- Kasta Brahmana (golongan rohaniwan)
Kasta ini dianggap berasal dari mulut brahma.
Mereka adalah kelompok pendeta, tukang ramal dan orang suci yang menjadi
penyambung lidah dari kebenaran abadi. Mereka adalah pencipta tatanan
masyarakat.
- Kasta Ksatria (golongan bangsawan)
Kasta ini dianggap berasal dari tangan brahma.
Mereka adalah golongan raja, prajurit dan kepala suku yang menjadi pengelola
dari tatanan yang diciptakan Kasta Brahmana.
- Kasta Vaisya (golongan pedagang)
Kasta ini diyakini berasal dari bahu brahma.
Kelompok ini berisi golongan petani, tukang dan keturunan bangsa Arya
yang berperan untuk menyediakan sarana prasarana untuk menyelenggarakan tatanan
tersebut.
- Kasta Sudra (golongan pelayan)
Golongan masyarakat ini dianggap berasal dari kaki
brahma yang berperan dalam menyumbangkan tenaga fisiknya.
Disamping empat kasta diatas masih ada satu
kelompok masyarakat yang tidak termasuk dalam empat kasta di atas yaitu
golongan candala. Golongan candala dianggap berasal dari debu di
sekitar brahma. Sistem kasta yang mereka miliki bersifat tertutup. Jadi tidak
sembarang masyarakat dari strata tertentu masuk kedalam strata yang lain baik
melalui perkawinan ataupun pendidikan. Akan tetapi kasta yang berada di atas
bisa mengambil peran kasta dibawahnya, sedangkan kasta yang berada dibawah tidak
bisa menggantikan peran kasta atasnya. Misalnya, seorang brahmana boleh
menggantikan peran seorang bangsawan, tetapi seorang bangsawan tidak boleh
menggantikan peran seorang brahma dalam tugas keagamaan. Berkat kearifan yang
tinggi, bangsa Arya dapat masuk ke India dan menduduki India serta mengalahkan
pendudukasli India. Ras-ras yang ditaklukan kemudian dikategorikan dalam kasta
keempat, dirampas hak-haknya secara kasar dan dijauhkan dari kearifan masyarakat penakluk yang
menciptakan kekuasaan, dan dilarang untuk menguasai hal-hal yang dianggap
teknik-teknik Vedic. Dalam Dharmasastra awal dikatakan bahwa jika
seorang sudra mendengar himne Vedic, maka ia harus dihukum dengan timah
panas yang dituang ke dalam telinganya. Himne-himne suci ini hanya diperuntukkan
bagi para brahman, ksatria dan vaisya .
Konsep
lain yang diperkenalkan dalam tradisi brahmanisme adalah konsep asrama
dharma yang meliputi empat fase kehidupan, yaitu:
- Brahmacariya (bertapa)
Fase pertama adalah menjadi murid (sisya)
orang yang menunggu dan melayani gurunya (antevasin). Sekitar usia 7-20
tahun anak-anak dikirim untuk belajar kepada seorang guru. Ia juga harus tinggal dengan guru.
Selama menjalani kehidupan brahmacari manusia harus mencapai kesucian sempurna.
Jika dia melanggar dengan melakukan hubungan seks dengan lawan jenis, yang
berarti memutuskan kontinuitas hubungan dan identifikasi sepanjang hidup dengan
guru, maka hukuman keras akan ditimpakan kepadanya.
- Grahaprasta/grhastha (berumah tangga)
Fase kedua adalah menjadi kepala rumah tangga.
Setelah memiliki kemapuan menjadi ayah, bisnis atau pekerjaan, ia menerima
seorang istri (yang dipilihkan untuknya oleh orang tuannya), membuat keturunan,
menghidupi keluarga,, dan mengidentifikasi diri dengan semua tugas dan peran
ideal pater familias tradisional. Dalam tahap inilah seseorang yang sudah
memiliki kekayaan cukup akan mengabdikan diri dengan berderma kepada koelompok
brahman untuk melaksanakan serangkaian ritual.
- Vanaprastha (tinggal dihutan)
pada tahap ketiga ini seseorang harus mebuang
kepemilikan dan semua perhatiannya kepada artha dan mejauhkan diri dari
nafsu dan kecemasan kehidupan berumah tangga (kama) dan berpaling dari
kewajiban –kewajiban dalam masyarakat (dharma) untuk memasuki tahap
pertapaan di hutan. Suami dan istri pada periode pengasingan diri di hutan ini
menolak perhatian, kewajiban, kesenangan dan kepentingan yang mengikat mereka
pada dunia dan mulai melakukan perjalann batiniah yang sulit.
- Sanyasin/bhiksu
Tahap keempat adalah menjalani kehidupan dari
berkelana dan meminta-minta. Mereka menjadi pengemis suci yang berkelana tanpa
terkait latihan dan tempat, menjadi pengelana yang tidak memiliki rumah.
Empat fase
kehidupan ini didasari tujuan hidup tradisi brahmanisme, yaitu:
- Artha sebagai tujuan hidup pertama yaitu kepemilikan material. Kata ”artha” juga berkonotasi dengan pemerolehan kekayaan dan kesejahteraan duniawi, kemajuan, keuntungan.
- Kamma merupakan tujuan kedua yaitu kesenangan dan cinta. Di dalam mitologi Hindu Kama merupakan bagian dari dewa asmara/dewa cinta dengan selembar bunga dan lima anak panah. Kama juga merupakan hasrat untuk berinkarnasi. Melalui perkawinan diyakini seorang laki-laki akan terus eksis melalui rahim perempuan.
- Dharma, tujuan ketiga berisi seluruh kewajiban agama dan moral.
- Moksa adalah tujuan keempat yaitu penebusan dosa atau pembebasan spiritual.
Artha, kama dan dharma dikenal sebagai trivarga
(kelompok tiga) adalah pencarian dunia. Sedangkan pencarian tertinggi adalah
pembebasan spiritual terbesar dari kebodohan dan nafsu.
Pandangan
Hidup Penduduk India Pada abad VI SM
Jaman Upanisad
Berdasarkan
catatan yang ditinggalkan bansa Arya, sebagian penduduk Dravida adalah pertapa
dengan ciri:
Tidak menikah, melatih pikiran, tanpa busana dan mencari
kebebasan.
Bangsa Dravida memberikan pandangan hidup sramanaisme: bertapa yang dilatar belakangi
badan tidak sama dengan jiwa, karena beda maka harus disatukan sehingga
menyiksa diri digunakan sebagai cara untuk membersihkan badan yang kotor.
Sedangkan bangsa Arya memuja dewa-dewa
sebagai personifikasi dari kekuatan alam. Semua penduduknya berkeluarga, menggunakan korban sebagai cara untuk
berkomunikasi dengan Dewa. Hal ini ditunjukan aagr menang dalam berperang, agar
memperoleh kekayaan, dan untuk memperoleh anak laki-laki. Meskipun memiliki
perbedaan latar belakang namun kedatangan bangsa Arya ke India membuat keduanya
saling mempengarui. Bangsa Arya memiliki
pandangan bahwa badan sama dengan jiwa, sehingga mereka memuaskan nafsu indera.
Setelah
keduanya bertemu maka gaya hidup orang-orang pada masa itu berurutan, semua
orang harus menjadi brahmanisme pada umat tertentu. Dan menjadikan dewa sebagai
acuan atau sumber berpegang hidup untuk melakukan kegiatan sehari-hari.
Sejarah
Munculnya Tradisi Brahmanisme
Pada awal kedatangannya, bangsa Arya sangat
kagum akan keindahan alam di daratan India. Fenomena alam yang mereka lihat dianggap memiliki karakter seperti
manusia yang mana bisa melindungi, marah, mencintai, cemburu (antroporphopisme).
Kemudian mereka mulai melakukan pemujaan terhadap fenomena alam ini misalnya, memuja gunung Himalaya, menyembah
batu besar dan mengkuduskan pohon-pohon tertentu (dinamisme).
Fenomena alam dianggap memiliki kekuatan di luar diri mereka. Ketika muncul
halilintar, gunung meletus mereka menganggap bahwa ini semacam ekspresi dari
sesuatu yang berada diluar mereka. Ketidakmampuan
menanggapi fenomena alam memunculkan konsep persembahan yang disebut Yajña.
Pada awalnya mereka memberikan
persembahan hasil bumi. Semakin komplek
masalah yang dihadapi manusia maka kerpercayaan akan benda-benda mati dan
fenomena alam berubah wujud menjadi pemujaan kepada banyak dewa (polyteisme).
Mereka meningkatkan usaha memberikan persembahan lebih untuk mendapatkan berkah lebih pula
misalnya dengan korban kuda (asvamedha). Setelah muncul
konsep dewa, maka konsep kasta yang pada awalnya berawal dari tradisi korban
juga mengalami perubahan. Pada tahap ini konsep kasta dianggap ciptaan dewa.
Dalam Dharmasastra dituliskan seluruh konteks kehidupan tradisi
Brahmanisme. Ritual-ritual dan tata cara sosial dari tiga kasta tinggi yaitu
brahman, ksatria, vaisya diformulasikan secara teliti berdasarkan
praktek-praktek abadi yang diduga berasal dari ajaran Sang Pencipta sendiri. Perkembangan
selanjutnya manusia mulai memuja
dewa-dewa tertentu pada saat-saat tertentu. Mereka mulai memilah-milah dewa yang dipuja, dimana ada satu dewa yang diprioritaskan dalam pemujaan tetapi buka
berarti melupakan dewa yang lain (favoritisme/henoteisme). Paham monoteisme berkembang kemudian
setelah manusia memiliki keyakinan akan adanya tuhan pencipta (pajapati)
dan pada akhirnya bangsa Arya meyakini satu kekuatan yang menjadi sumber dari
segala sesuatu (monisme) yaitu maha atman/jagat atman (roh universal)
serta ada pudgala atman (roh individu). Sebagaimana tujuan hidup keempat
dalam tradisi Brahmanisme adalah moksa yaitu penyatuan pudgala atman dengan
maha atman, maka cara yang dilakukan adalah dengan mempraktekkan Yoga.
Dua Pandangan Ekstrim
1. Ekstrim Kiri
Sramanaisme: Bertapa yang dilatar
belakangi badan tidak sama dengan jiwa, karena beda maka harus disatukan
sehingga menyiksa diri digunakan sebagai cara untuk membersihkan badan yang
kotor.
2. Ekstrim kanan
Bangsa Arya memiliki pandangan
bahwa badan sama dengan jiwa. Karena badan sama dengan jiwa maka jika badan
mati (hancur) maka jiwapun akan ikut hancur, sehingga mereka memuaskan nafsu
indera selama hidupnya.
Sang Buddha muncul
dengan konsep “Jalan Tengah” yaitu tidak menyiksa diri ataupun pemuasan hawa
nafsu.
Referensi:
Zimmer, Heinrich.2003.Sejarah Filsafat India.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Amstrong, Karen. 2004. Sejarah Tuhan.
Bandung: PT MIZAN Pustaka.
Tim Penyususn.2003.Mata
Kuliah Sejarah Perkembangan Agama Buddha.Jakarta: CV. Dewi Kayana Abadi.
http://www.Sejarah India Kuno.com
No comments:
Post a Comment