Wednesday, 27 June 2012

SEJARAH MUNCULNYA AGAMA DI INDIA KUNO


SEJARAH MUNCULNYA AGAMA DI INDIA KUNO

Pengantar
Sepanjang sejarah kehidupan manusia tidak lepas dari sebuah sisten kepercayaan. Mulai dari masyarakat primitif hingga masyarakat modern memiliki sebuah sistem kepercayaan. Sistem kepercayaan masyarakat primitif dimulai dari kepercayaan akan benda-benda mati ataupun binatang-binatang tertentu (dinamisme). Seiring majunya pola pikir masyarakat, kepercayaan dinamisme pun mengalami pergeseran. Dalam studi kasus peradaban Kristen, Islam dan Yahudi, Schmidt (dalam Amstrong, 2004:27) menyatakan telah ada satu monoteisme primitif sebelum manusia menyembah banyak dewa. Manusia percaya akan adanya satu Tuhan yang menciptakan dunia dan mengatur segala isinya. Tuhan yang mereka maksud disebut sebagai Tuhan Tertinggi. Lebih lanjut di katakan Scmidt bahwa Tuhan Tertinggi pada zaman kuno kemudian digantikan oleh tuhan-tuhan kuil. Demikian studi kasus yang dari agama-agama samawi (Yahudi, Kristen dan Islam). Agama-agama ini didalam tradisi yang termuat dalam kitab dikatakan sebagai agama wahyu dari Tuhan. Meskipun dipercaya mutlak ajaran Tuhan dalam perkembangannya ternyata mengalami perubahan-perubahan.
Berdasarkan catatan sejarah, agama-agama yang dianut sebagian besar umat manusia di dunia ini lahir di daratan Asia. Demikian pula tradisi Brahmanisme lahir di daratan India. Sebagai sebuah kepercayaan yang dianut oleh umat manusia dalam perkembangannya tradisi Brahmanisme pun mengalami perubahan dilihat dari segi religiusitas dan segi sosialnya. Lalu bagaimana perkembangan bertahap tradisi Brahmanisme dari segi agama dan sosial?
Pembahasan
Bangsa Arya kuno diperkirakan berasal dari Indo-Jerman dan masuk ke daratan India dari Afganistan melalui celah Kaibar sekitar tahun 1500 SM. Pada saat itu peradaban Mohenjodaro dan Harappa sedang mengalami penurunan. Selain mengalami penurunan budaya, sifat terbuka Bangsa asli India (bangsa Dravida) memberikan peluang besar bagi perkembangan tradisi Brahmanisme yang dibawa oleh Bangsa Arya.

Segi Sosial
Kegiatan ekonomi utama bangsa Arya adalah sebagai penggembala dan peternak. Sebagai penggembala dan peternak mereka hidup secara nomaden, berpindah-pindah dari daerah yang satu ke daerah lain sejauh ternak mereka memakan rumput. Luas daerah yang dijelajahi ternak ini menentukan penguasaan dan pemilikan hak atas suatu daerah (fleksibel). Untuk mempertahankan klaim mereka atas suatu wilayah maka para penggembala akan dikawal oleh penunggang kuda bersenjata (coboy Arya). Ketika seorang raja akan memproklamirkan dirinya sebagai raja maka dia akan melakukan pelepasan terhadap seekor kuda yang paling bagus untuk dipersembahkan dalam upacara pengorbanan kuda (asvamedha). Kuda ini akan dikawal oleh prajurit bersenjata dan siap untuk mengalahkan siapa saja yang berusaha mengganggu kuda atau berusaha menangkapnya. Setelah kuda ini berjelajah selama satu tahun, maka wilayah yang dijelajahi tadi termasuk menjadi tanah taklukan dan berada dibawah kekuasaan raja tadi. Setelah hijrah ke India mereka kemudian mulai hidup menetap seperti bangsa Dravida. Untuk memisahkan diri dari bangsa Dravida dan mempertahankan eksistensinya, bangsa Arya menciptakan konsep Kasta. Munculnya konsep kasta berawal dari inspirasi upacara pengorbanan kepada purusa. Adapun empat kasta yang dimaksud adalah:
  1. Kasta Brahmana (golongan rohaniwan)
Kasta ini dianggap berasal dari mulut brahma. Mereka adalah kelompok pendeta, tukang ramal dan orang suci yang menjadi penyambung lidah dari kebenaran abadi. Mereka adalah pencipta tatanan masyarakat.
  1. Kasta Ksatria (golongan bangsawan)
Kasta ini dianggap berasal dari tangan brahma. Mereka adalah golongan raja, prajurit dan kepala suku yang menjadi pengelola dari tatanan yang diciptakan Kasta Brahmana.
  1. Kasta Vaisya (golongan pedagang)
Kasta ini diyakini berasal dari bahu brahma. Kelompok ini berisi golongan petani, tukang dan keturunan bangsa Arya yang berperan untuk menyediakan sarana prasarana untuk menyelenggarakan tatanan tersebut.
  1. Kasta Sudra (golongan pelayan)
Golongan masyarakat ini dianggap berasal dari kaki brahma yang berperan dalam menyumbangkan tenaga fisiknya.
Disamping empat kasta diatas masih ada satu kelompok masyarakat yang tidak termasuk dalam empat kasta di atas yaitu golongan candala. Golongan candala dianggap berasal dari debu di sekitar brahma. Sistem kasta yang mereka miliki bersifat tertutup. Jadi tidak sembarang masyarakat dari strata tertentu masuk kedalam strata yang lain baik melalui perkawinan ataupun pendidikan. Akan tetapi kasta yang berada di atas bisa mengambil peran kasta dibawahnya, sedangkan kasta yang berada dibawah tidak bisa menggantikan peran kasta atasnya. Misalnya, seorang brahmana boleh menggantikan peran seorang bangsawan, tetapi seorang bangsawan tidak boleh menggantikan peran seorang brahma dalam tugas keagamaan. Berkat kearifan yang tinggi, bangsa Arya dapat masuk ke India dan menduduki India serta mengalahkan pendudukasli India. Ras-ras yang ditaklukan kemudian dikategorikan dalam kasta keempat, dirampas hak-haknya secara kasar dan dijauhkan  dari kearifan masyarakat penakluk yang menciptakan kekuasaan, dan dilarang untuk menguasai hal-hal yang dianggap teknik-teknik Vedic. Dalam Dharmasastra awal dikatakan bahwa jika seorang sudra mendengar himne Vedic, maka ia harus dihukum dengan timah panas yang dituang ke dalam telinganya. Himne-himne suci ini hanya diperuntukkan bagi para brahman, ksatria  dan vaisya .
Konsep lain yang diperkenalkan dalam tradisi brahmanisme adalah konsep asrama dharma yang meliputi empat fase kehidupan, yaitu:
  1. Brahmacariya (bertapa)
Fase pertama adalah menjadi murid (sisya) orang yang menunggu dan melayani gurunya (antevasin). Sekitar usia 7-20 tahun anak-anak dikirim untuk belajar kepada seorang guru. Ia juga harus tinggal dengan guru. Selama menjalani kehidupan brahmacari manusia harus mencapai kesucian sempurna. Jika dia melanggar dengan melakukan hubungan seks dengan lawan jenis, yang berarti memutuskan kontinuitas hubungan dan identifikasi sepanjang hidup dengan guru, maka hukuman keras akan ditimpakan kepadanya. 
  1. Grahaprasta/grhastha (berumah tangga)
Fase kedua adalah menjadi kepala rumah tangga. Setelah memiliki kemapuan menjadi ayah, bisnis atau pekerjaan, ia menerima seorang istri (yang dipilihkan untuknya oleh orang tuannya), membuat keturunan, menghidupi keluarga,, dan mengidentifikasi diri dengan semua tugas dan peran ideal pater familias tradisional. Dalam tahap inilah seseorang yang sudah memiliki kekayaan cukup akan mengabdikan diri dengan berderma kepada koelompok brahman untuk melaksanakan serangkaian ritual.
  1. Vanaprastha (tinggal dihutan)
pada tahap ketiga ini seseorang harus mebuang kepemilikan dan semua perhatiannya kepada artha dan mejauhkan diri dari nafsu dan kecemasan kehidupan berumah tangga (kama) dan berpaling dari kewajiban –kewajiban dalam masyarakat (dharma) untuk memasuki tahap pertapaan di hutan. Suami dan istri pada periode pengasingan diri di hutan ini menolak perhatian, kewajiban, kesenangan dan kepentingan yang mengikat mereka pada dunia dan mulai melakukan perjalann batiniah yang sulit.
  1. Sanyasin/bhiksu
Tahap keempat adalah menjalani kehidupan dari berkelana dan meminta-minta. Mereka menjadi pengemis suci yang berkelana tanpa terkait latihan dan tempat, menjadi pengelana yang tidak memiliki rumah.
Empat fase kehidupan ini didasari tujuan hidup tradisi brahmanisme, yaitu:
  1. Artha sebagai tujuan hidup pertama yaitu kepemilikan material. Kata ”artha” juga berkonotasi dengan pemerolehan kekayaan dan kesejahteraan duniawi, kemajuan, keuntungan.
  2. Kamma merupakan tujuan kedua yaitu kesenangan dan cinta. Di dalam mitologi Hindu Kama merupakan bagian dari dewa asmara/dewa cinta dengan selembar bunga dan lima anak panah. Kama juga merupakan hasrat untuk berinkarnasi. Melalui perkawinan diyakini seorang laki-laki akan terus eksis melalui rahim perempuan.
  3. Dharma, tujuan ketiga berisi seluruh kewajiban agama dan moral.
  4. Moksa adalah tujuan keempat yaitu penebusan dosa atau pembebasan spiritual.

Artha, kama dan dharma dikenal sebagai trivarga (kelompok tiga) adalah pencarian dunia. Sedangkan pencarian tertinggi adalah pembebasan spiritual terbesar dari kebodohan dan nafsu.

Pandangan Hidup Penduduk India Pada abad VI SM
Jaman Upanisad
            Berdasarkan catatan yang ditinggalkan bansa Arya, sebagian penduduk Dravida adalah pertapa dengan ciri:
Tidak menikah, melatih pikiran, tanpa busana dan mencari kebebasan.
Bangsa Dravida memberikan pandangan hidup sramanaisme: bertapa yang dilatar belakangi badan tidak sama dengan jiwa, karena beda maka harus disatukan sehingga menyiksa diri digunakan sebagai cara untuk membersihkan badan yang kotor.
            Sedangkan bangsa Arya memuja dewa-dewa sebagai personifikasi dari kekuatan alam. Semua penduduknya berkeluarga, menggunakan korban sebagai cara untuk berkomunikasi dengan Dewa. Hal ini ditunjukan aagr menang dalam berperang, agar memperoleh kekayaan, dan untuk memperoleh anak laki-laki. Meskipun memiliki perbedaan latar belakang namun kedatangan bangsa Arya ke India membuat keduanya saling mempengarui. Bangsa Arya memiliki pandangan bahwa badan sama dengan jiwa, sehingga mereka memuaskan nafsu indera.
            Setelah keduanya bertemu maka gaya hidup orang-orang pada masa itu berurutan, semua orang harus menjadi brahmanisme pada umat tertentu. Dan menjadikan dewa sebagai acuan atau sumber berpegang hidup untuk melakukan kegiatan sehari-hari.

Sejarah Munculnya Tradisi Brahmanisme
Pada awal kedatangannya, bangsa Arya sangat kagum akan keindahan alam di daratan India. Fenomena alam yang mereka lihat dianggap memiliki karakter seperti manusia yang mana bisa melindungi, marah, mencintai, cemburu (antroporphopisme). Kemudian mereka mulai melakukan pemujaan terhadap fenomena alam ini misalnya, memuja gunung Himalaya, menyembah batu besar dan mengkuduskan pohon-pohon tertentu (dinamisme). Fenomena alam dianggap memiliki kekuatan di luar diri mereka. Ketika muncul halilintar, gunung meletus mereka menganggap bahwa ini semacam ekspresi dari sesuatu yang berada diluar mereka. Ketidakmampuan menanggapi fenomena alam memunculkan konsep persembahan yang disebut Yajña. Pada awalnya mereka memberikan persembahan hasil bumi. Semakin komplek masalah yang dihadapi manusia maka kerpercayaan akan benda-benda mati dan fenomena alam berubah wujud menjadi pemujaan kepada banyak dewa (polyteisme). Mereka meningkatkan usaha memberikan persembahan lebih untuk mendapatkan berkah lebih pula  misalnya dengan korban kuda (asvamedha). Setelah muncul konsep dewa, maka konsep kasta yang pada awalnya berawal dari tradisi korban juga mengalami perubahan. Pada tahap ini konsep kasta dianggap ciptaan dewa. Dalam Dharmasastra dituliskan seluruh konteks kehidupan tradisi Brahmanisme. Ritual-ritual dan tata cara sosial dari tiga kasta tinggi yaitu brahman, ksatria, vaisya diformulasikan secara teliti berdasarkan praktek-praktek abadi yang diduga berasal dari ajaran Sang Pencipta sendiri. Perkembangan selanjutnya manusia mulai memuja dewa-dewa tertentu pada saat-saat tertentu. Mereka mulai memilah-milah dewa yang dipuja, dimana ada satu dewa yang diprioritaskan dalam pemujaan tetapi buka berarti melupakan dewa yang lain (favoritisme/henoteisme). Paham monoteisme berkembang kemudian setelah manusia memiliki keyakinan akan adanya tuhan pencipta (pajapati) dan pada akhirnya bangsa Arya meyakini satu kekuatan yang menjadi sumber dari segala sesuatu (monisme) yaitu maha atman/jagat atman (roh universal) serta ada pudgala atman (roh individu). Sebagaimana tujuan hidup keempat dalam tradisi Brahmanisme adalah moksa yaitu penyatuan pudgala atman dengan maha atman, maka cara yang dilakukan adalah dengan mempraktekkan Yoga.


Dua Pandangan Ekstrim

 1. Ekstrim Kiri 
Sramanaisme: Bertapa yang dilatar belakangi badan tidak sama dengan jiwa, karena beda maka harus disatukan sehingga menyiksa diri digunakan sebagai cara untuk membersihkan badan yang kotor.
 2. Ekstrim kanan
 Bangsa Arya memiliki pandangan bahwa badan sama dengan jiwa. Karena badan sama dengan jiwa maka jika badan mati (hancur) maka jiwapun akan ikut hancur, sehingga mereka memuaskan nafsu indera selama hidupnya.

 Sang Buddha muncul dengan konsep “Jalan Tengah” yaitu tidak menyiksa diri ataupun pemuasan hawa nafsu.


 
Referensi:
Zimmer, Heinrich.2003.Sejarah Filsafat India.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Amstrong, Karen. 2004. Sejarah Tuhan. Bandung: PT MIZAN Pustaka.
Tim Penyususn.2003.Mata Kuliah Sejarah Perkembangan Agama Buddha.Jakarta: CV. Dewi Kayana Abadi.
http://www.Sejarah India Kuno.com







No comments:

Post a Comment

Cerah Sedetik

RA. KARTINI: “SAYA ADALAH ANAK BUDDHA”