Wednesday 27 June 2012

Elemen Sekunder (Sebuah Penyelidikan Umum)


Tugas Kuliah Filsafat Buddha II
Oleh: Sayudi
07.1.153


Elemen Sekunder (Sebuah Penyelidikan Umum)


Mahābhūta empat dengan upādāya-rūpa memiliki ikatan saling ketergantungan. Akan tetapi ketergantungan upādāya-rūpa ini dalam Nikāya tidak terdapat penjelasannya, bahkan dalam Dhammasaṅganī yang mana merupakan kitab analisis juga tidak ada keterangan. Oleh sebab itu upādāya-rūpa dianggap sebagai elemen sekunder. Menurut Paṭṭhāna, mahābhūta empat dengan upādāya-rūpa muncul secara bersamaan. Keduanya tidak bisa terlepas satu sama lain.
Menurut pandangan Vaibhāsika (Sarvāstivāda), mahābhūta empat merupakan janana-hetu atau sebab timbulnya bhautika (upādāya-rūpa). Tetapi Vaibhāsika juga memandang bahwa keduanya muncul bersamaan. Aliran Theravāda dan Sarvāstivāda berusaha menunjukkan bahwa mahābhūta empat merupakan landasan bagi timbulnya upādāya-rūpa, akan tetapi upādāya-rūpa bukan landasan bagi timbulnya mahābhūta empat.
Menurut aliran Theravāda, mahābhūta empat dan empat bagian dari upādāya-rūpa yaitu rūpa (bentuk), rasa (rasa), ghanda (bau), dan āhāra (unsur makanan) disebut dengan avinibhaga-rūpa. Sedangkan menurut Vaibhāsika (Sarvāstivāda) terdapat sedikit perbedaan yaitu āhāra sebagai bhautika spraṣṭvya. Kedelapan unsur ini saling terkait (sahajāta, niyata-sahotpanna).
Prof. Stchebatsky juga membuat klasifikasi unsur-unsur rūpa menjadi primer dan sekunder, misalnya unsur mental (citta) sebagai dasar dan lainya adalah caitta. Pembagian rūpa menjadi kelompok primer dan sekunder oleh aliran Theravāda dan Vaibhāsika ditentang oleh aliran Sautrāntika seperti yang dinyatakan oleh para sarjana. Buddhadeva menyatakan keberatannya terhadap pembedaan citta (kesadaran) dan non-citta. Misalnya dalam āyatana 10, lima unsur pertama hanya terdiri dari mahābhūta, sedangkan yang lainnya terdiri dari upādāya-rūpa. Buddhadeva berusaha membuang semua perbedaan anatara elemen primer dengan elemen sekunder bukan hanya pada fenomena mental tetapi juga pada unsur-unsur materi. Dalam tesisnya ia berusaha membuktikan bahwa manusia terdiri dari enam unsur saja yaitu mahābhūta empat, ākāśa (ruang) dan vijñāna (kesadaran). Hal ini ia tuliskan dalam Garbhāvakrānti Sūtra.
Menurut Abhidhamma Piaka upādā-rūpa terdiri dari 23 unsur, dengan pengelompokan sebagai berikut:
1.      Lima landasan (landasan mata “cakkhu”; landasan telinga “sota”; landasan hidung “ghāna”; landasan lidah “jivhā” dan landasan jasmani/sentuhan “kāya”).  Kelima landasan  ini tergolong sebagai ajjhattika.
2.      Empat obyek (obyek rasa “rasa”; obyek suara “sadda”; obyek bentuk “rūpa”; obyek bau “ghanda”). Keempat unsur ini tergolong sebagai bāhira.
3.      Tiga unsur vital (unsur feminitas, unsur maskulinitas dan unsur tenaga/kehidupan “jīvitindriya”)
4.      Dua mode ekspersi (ekspresi tubuh “kāyaviññatti dan ekspresi vokal “vacīviññatti)
5.      Tiga karakter rūpa (gaya ringan “lahutā”; gaya menurut/plastisitas “mudutā dan gaya menyesuaikan diri “kammaññatā”).
6.      Empat fase rūpa (integrasi upacaya”; kontinuitassantati”; pembusukanjaratā”; ketidakkekalananiccatā”.
7.      Satu unsur ruangan (ākāsa-dhātu)
8.      Satu unsur makanan/nutrisi (kabalīkār-āhāra)
9.      Satu unsur hati sanubari (hadaya-vatthu) yang ditambahkan oleh para komentator Theravāda.
Unsur-unsur selain lima obyek dan lima landasan tergolong sebagai dhammāyatana. Ᾱpo-dhātu dalam mahābhūta empat juga masuk dalam golongan ini. Sedangkan tiga lainnya yaitu tejo, vayo dan patthavi tergolong sebagai phoṭṭhabbāyatana. Dengan demikian menurut Theravāda, unsur dhammāyatana terdiri dari 16 bagian yang disebut sebagi "dhammāyatana-pariyātanna-rūpa". Sedangkan menurut Vaibhāsika hanya ada satu Dhammayatana rūpa yaitu avijñapti-rūpa. Vaibhāsika tetap mengakui adanya unsur-unsur seperti feminitas, maskulinitas, unsur kehidupan dll namun sebagai bagian dari āyatana/landasan saja.
Menurut Saṅgīti Sutta, unsur rūpa (materi) hanya terdiri dari tiga bagian yaitu saniddassana-sappaṭigha, aniddassana-sappaṭigha dan anidassana-appaṭigha. Dari ketiga bagian ini tidak ada penjelasan lebih lanjut.
Sedangkan dalam Abhidhamma di jeaskan bahwa ketiga bagian rūpa sebagimana yang disebutkan dalam Saṅgīti Sutta adalah pertama saniddassana-sappaṭigha adalah rūpāyatana; kedua aniddassana-sappaṭigha adalah cakkhāyatana, sotāyatana, ghānayatana, jivhāyatana dan phoṭṭhabbāyatana; ketiga anidassana-appaṭigha adalah dhammāyatana yang ditunjukkan dengan ungkapan dalam Saṅgīti Suttarūpam anidassanaṃ appaṭighaṃ”.
Kesimpulannya pada masa Buddisme awal tidak membuat klasifikasi tentang upadaya rūpa. Buddhisme awal hanya memberikan pembagian garis besar rūpa seperti yang ditunjukkan dalam Saṅgīti Sutta. Kemudian klasifikasi upādāya-rūpa terutama dhammāyatana ini muncul setelah masa munculnya aliran-aliran atau Buddhisme belakangan. Hal itu juga diperkuat dengan perbedaan padangan mengenai klaisifikasi rūpa oleh masing-masing aliran. Sarjana tertentu seperti Prof. Stchebatsky berusaha menghapuskan adanya klasifikasi detail, demikian juga dengan aliran Vaibhāsika   yang berusaha menyederhanakan pengklasifikasian rūpa. Berbeda dengan itu,Theravāda justru berusaha detail dalam menjelaskan bagian upādāya-rūpa. Bahkan Theravāda berusaha menambahkan satu unsur lagi sehingga genap menjadi 24 unsur.

No comments:

Post a Comment

Cerah Sedetik

RA. KARTINI: “SAYA ADALAH ANAK BUDDHA”