Tugas Kuliah Filsafat Buddha II
Oleh: Sayudi
07.1.153
Elemen Sekunder (Sebuah Penyelidikan Umum)
Mahābhūta empat dengan upādāya-rūpa memiliki ikatan saling
ketergantungan. Akan tetapi ketergantungan upādāya-rūpa
ini dalam Nikāya tidak terdapat penjelasannya, bahkan dalam Dhammasaṅganī yang
mana merupakan kitab analisis juga tidak ada keterangan. Oleh sebab itu upādāya-rūpa dianggap sebagai elemen
sekunder. Menurut Paṭṭhāna, mahābhūta empat dengan upādāya-rūpa muncul secara bersamaan.
Keduanya tidak bisa terlepas satu sama lain.
Menurut pandangan Vaibhāsika (Sarvāstivāda), mahābhūta empat merupakan janana-hetu atau sebab timbulnya bhautika (upādāya-rūpa). Tetapi Vaibhāsika juga memandang bahwa keduanya
muncul bersamaan. Aliran Theravāda dan Sarvāstivāda berusaha menunjukkan
bahwa mahābhūta empat merupakan landasan
bagi timbulnya upādāya-rūpa, akan
tetapi upādāya-rūpa bukan landasan
bagi timbulnya mahābhūta empat.
Menurut aliran Theravāda, mahābhūta empat dan empat bagian dari upādāya-rūpa yaitu rūpa (bentuk), rasa (rasa), ghanda (bau), dan āhāra (unsur
makanan) disebut dengan avinibhaga-rūpa. Sedangkan menurut Vaibhāsika (Sarvāstivāda)
terdapat sedikit perbedaan yaitu āhāra
sebagai bhautika spraṣṭvya. Kedelapan unsur ini saling terkait (sahajāta, niyata-sahotpanna).
Prof. Stchebatsky juga membuat
klasifikasi unsur-unsur rūpa menjadi
primer dan sekunder, misalnya unsur mental (citta)
sebagai dasar dan lainya adalah caitta.
Pembagian rūpa menjadi kelompok primer dan
sekunder oleh aliran Theravāda dan Vaibhāsika ditentang oleh aliran Sautrāntika seperti yang dinyatakan
oleh para sarjana. Buddhadeva menyatakan keberatannya terhadap pembedaan citta (kesadaran) dan non-citta. Misalnya dalam āyatana 10, lima unsur pertama hanya terdiri dari mahābhūta, sedangkan yang lainnya
terdiri dari upādāya-rūpa. Buddhadeva berusaha membuang semua perbedaan anatara
elemen primer dengan elemen sekunder bukan hanya pada fenomena mental tetapi
juga pada unsur-unsur materi. Dalam tesisnya ia berusaha membuktikan bahwa manusia
terdiri dari enam unsur saja yaitu mahābhūta
empat, ākāśa (ruang) dan vijñāna (kesadaran). Hal ini ia tuliskan dalam Garbhāvakrānti Sūtra.
Menurut Abhidhamma Piṭaka upādā-rūpa
terdiri dari 23 unsur, dengan pengelompokan sebagai berikut:
1. Lima landasan (landasan mata “cakkhu”; landasan telinga “sota”; landasan hidung “ghāna”;
landasan lidah “jivhā”
dan landasan jasmani/sentuhan “kāya”). Kelima
landasan ini tergolong sebagai ajjhattika.
2. Empat obyek (obyek rasa “rasa”; obyek suara “sadda”; obyek bentuk “rūpa”; obyek bau “ghanda”).
Keempat unsur ini tergolong sebagai bāhira.
3. Tiga unsur vital (unsur
feminitas, unsur maskulinitas dan unsur tenaga/kehidupan “jīvitindriya”)
4. Dua mode ekspersi (ekspresi tubuh
“kāyaviññatti” dan ekspresi
vokal “vacīviññatti”)
5. Tiga karakter rūpa
(gaya ringan “lahutā”; gaya menurut/plastisitas “mudutā” dan gaya menyesuaikan
diri “kammaññatā”).
6. Empat fase rūpa
(integrasi “upacaya”; kontinuitas “santati”; pembusukan “jaratā”; ketidakkekalan “aniccatā”.
7. Satu unsur ruangan (ākāsa-dhātu)
8. Satu unsur makanan/nutrisi (kabalīkār-āhāra)
9.
Satu unsur
hati sanubari (hadaya-vatthu) yang ditambahkan oleh para komentator Theravāda.
Unsur-unsur selain lima obyek dan
lima landasan tergolong sebagai dhammāyatana. Ᾱpo-dhātu
dalam mahābhūta empat juga masuk
dalam golongan ini. Sedangkan tiga lainnya yaitu tejo, vayo dan patthavi
tergolong sebagai phoṭṭhabbāyatana. Dengan demikian menurut Theravāda, unsur dhammāyatana
terdiri dari 16 bagian yang disebut sebagi "dhammāyatana-pariyātanna-rūpa".
Sedangkan menurut Vaibhāsika hanya ada satu Dhammayatana rūpa yaitu avijñapti-rūpa. Vaibhāsika tetap mengakui adanya unsur-unsur
seperti feminitas, maskulinitas, unsur kehidupan dll namun sebagai bagian dari āyatana/landasan saja.
Menurut Saṅgīti Sutta, unsur rūpa (materi) hanya terdiri dari tiga
bagian yaitu saniddassana-sappaṭigha,
aniddassana-sappaṭigha dan anidassana-appaṭigha.
Dari ketiga bagian ini tidak ada penjelasan lebih lanjut.
Sedangkan dalam Abhidhamma di jeaskan
bahwa ketiga bagian rūpa sebagimana
yang disebutkan dalam Saṅgīti Sutta
adalah pertama saniddassana-sappaṭigha adalah rūpāyatana;
kedua aniddassana-sappaṭigha adalah cakkhāyatana, sotāyatana, ghānayatana, jivhāyatana dan phoṭṭhabbāyatana; ketiga anidassana-appaṭigha adalah dhammāyatana yang ditunjukkan dengan ungkapan dalam Saṅgīti Sutta “rūpam anidassanaṃ appaṭighaṃ”.
Kesimpulannya pada
masa Buddisme awal tidak membuat klasifikasi tentang upadaya rūpa. Buddhisme awal hanya memberikan
pembagian garis besar rūpa seperti
yang ditunjukkan dalam Saṅgīti Sutta.
Kemudian klasifikasi upādāya-rūpa terutama dhammāyatana ini muncul
setelah masa munculnya aliran-aliran atau Buddhisme belakangan. Hal itu juga
diperkuat dengan perbedaan padangan mengenai klaisifikasi rūpa oleh masing-masing aliran. Sarjana tertentu seperti Prof. Stchebatsky berusaha
menghapuskan adanya klasifikasi detail, demikian juga dengan aliran Vaibhāsika yang berusaha menyederhanakan
pengklasifikasian rūpa. Berbeda
dengan itu,Theravāda justru berusaha detail dalam menjelaskan bagian upādāya-rūpa. Bahkan Theravāda berusaha menambahkan satu unsur lagi sehingga genap
menjadi 24 unsur.
No comments:
Post a Comment