Saturday, 10 December 2016

CERAMAH DHAMMA BERKAH 1 (MANGGALA SUTTA)

Tidak bergaul dengan orang dungu
Bergaul dengan para bijaksana
dan menghormat pada yang patut dihormati
Itulah berkah utama



Sukhi hontu, namo Buddhaya
Kalyanamitta dimanapun berada,
Satu bait gatha yang saya petik dari Manggala Sutta( kotbah tentang berkah) mengingatkan kita pentingnya memupuk varita sila. Mengapa demikian? bergaul dengan siapapun tanpa membedakan-bedakan sangat penting sebagaimana manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Tapi mengapa dalam gatha tersebut kita dianjurkan untuk bergaul dengan orang bijaksana ketimbang orang dungu. Siapakah orang dungu itu? Siapakah orang bijaksana itu?

Orang dungu yang dimaksud adalah orang-orang yang tidak mengerti Dharma kebalikannya daripada para bijaksana yang mengerti Dhamma. Buddha dalam Tipitaka telah memberikan sebuah perumpamaan tentang ikan. Pada suatu ketika seorang bhikkhu diminta untuk menyentuh ikan dan Buddha bertanya bagaimana bau tangan bhikkhu tersebut? Bhikkhu tersebut menjawab bahwa tangannya menjadi berbau amis. Nah, dari cerita tersebut Buddha kemudia menjelaskan bahwa dengan siapa kita bergaul tentu memberi pengaruh pada kehidupan kita. Bila kita ingin menata kehidupan lebih baik, maka bergaulah dengan mereka orang orang bijaksana, entah kaya, miskin, jelek, rupawan yang penting bijaksana. Misalnya bila bergaul dengan penggosip, lama kelamaan kita akan tertular menjadi penggosip. Setelah itu  kita akan jadi sasaran gosip juga. Tambah lagi karma buruk. Ngomong sana, ngomong sini. Bergaul dengan pemakai drugs, lama lama ikut memakai dengan alasan solidaritas, gengsi dan lain lain. Bisa-bisa penyakitan, diciduk polisi, masa depan hancur, keluarga hancur. Ciri-ciri orang dungu yang membawa pada kehancuran perumah tangga telah dijelaskan Buddha dalam Sigalovada sutta dengan rinci dan gambalang. Bila bergaul dengan orang bijaksana, misalnya pada mereka orang-orang yang religius maka lama lama kita akan mendapat pengaruh hidup religius. Bila kita bergaul dengan wirausahawan, lama-lama kita mendapat ilmu-ilmu meraih kesuksesan materi. Bila kita bergaul dengan cendekiawan-cendekiawan, lama-lama kita akan bertambah cendekia. Jika kita bergaul dengan orang dungu, jangankan mau menolong orang dungu bebas dari masalahnya, kita sendiri bisa terseret arus masalahnya. Bila kita sudah cukup kuat secara mental dan kokoh dalam Dhamma bila mampu maka bawalah orang-orang dungu menjadi mengenal Dhamma. Bila kita belum kuat secara mental dan belum kokoh secara Dhamma hindari bergaul dengan orang dungu, bukan kemajuan batin yang kita dapat, malahan bisa jadi melibatkan diri kita.  

Selanjutnya adalah memberi hormat kepada yang patut dihormati. Sejak kecil kita diajarkan untuk memberi penghormatan kepada siapa saja. Itu benar adanya. Dalam hal ini ada urut-urutannya. Penghormatan tertinggi kita hendaknya dihaturkan pada Tiratana. Selanjtunya kepada Bodhisatta, para arya, para pabbajita, orang-tua, saudara-saudari tua-muda. Kepada seorang brahmana Buddha mengajarkan bahwa kriteria orang yang layak dihormati adalah orang yang bermoral bukan berdasarkan keturunan atau kasta. Pada zaman ini kita tidak mengenal kasta sekuat zaman Buddha yang mana di klasifikasikan menjadi empat. Namun, secara tak langsung kita mengenal adalah kelas-kelas masyarakat bawah, menengah atau elit misalnya. 

Ada orang begitu begitu hormatnya pada orang yang berkedudukan, bagaimana berbicara, bertingkah laku di depan orang tersebut diatur sedemikian rupa. Sementara itu, mengabaikan hormat kepada orang yang tak berkedudukan misalnya pada masyarakat lapisan bawah sekelas buruh, penyapu jalanan, cleaning servis. Tiba pada suatu masa ternyata orang yang berkedudukan adalah seorang yang korup, tidak bermoral, tipu sana tipu sini. Pantaskah ia dihormati? Ada petuah "ajining raga gumantung ing busana, ajining dhiri gumantung ing lathi". Ada sebuah kisah orang yang berbaju rombeng datang ke sebuah show room mobil. Orang tersebut benar-benar tidak dihiraukan oleh si pegawai, karena bajunya. Namun, ternyata orang yang berbaju rombeng itu memiliki uang banyak dan hendak membeli mobil. Singkat cerita si pegawai menjadi malu. Demikian mata manusia banyak debunya.

Tiga berkah yang telah saya sebutkan diatas menuntun kita pada kehidupan yang lebih baik, 
Apakah dalam kehidupan ini rekan rekan anda orang bijaksana, apakah orang-orang yang anda hormati adalah orang yang tepat? Semoga demikian. 



No comments:

Post a Comment

Cerah Sedetik

RA. KARTINI: “SAYA ADALAH ANAK BUDDHA”