Oleh : Sayudi
Hari/tanggal : Sabtu, 4 Desember 2010
Tempat : Rmh. Ibu Saikem,
Wonodadi
Tema : Menyikapi Hinaan Dan Pujian
Sumber :
Brahmajala Sutta
Namo tassa bhagavato arahato
sammasambuddhassa 3x
Namo Buddhaya
Bapak,
ibu saudara-saudari se-Dhamma yang berbahagia, kita sebagai umat Buddha yang
tergolong minoritas di Indonesia perlu memiliki pemikiran bijak untuk menyikapi
tekanan dari umat lain seperti hinaan ataupun kritikan pedas. Kita saja yang
mengerti Dhamma terkadang masih suka menghina kekurangan orang lain, jadi wajar
saja jika umat agama lain menghina kita. Contoh, agama Buddha disebut pesimis
dengan konsep penderitaannya, menyembah berhala dsb. Terkadang kita bisa
memakluminya tetapi juga kadang takuasa menahan emosi. Dari latar belakang itu,
harus bagaimanakah sikap yang paling bijak untuk menanggapi hinaan?
Selain
hinaan, kita sesama umat Buddha sering dengan keyakinan kita yang menggebu-gebu
memuji-muji dan membela mati-matian agama Buddha. Pujian itu kadang juga
berasal dari umat agama lain yang menganggap agama kita penuh kedamaian,
tentram dsb. Dari pujian-pujian itu, sikap seperti apa yang harus kita lakukan?
Dari
kedua latar belakang masalah diatas, kita harus menyikapi hinaan dan pujian
dengan bijaksana. Maksud bijaksana di sini adalah, tidak emosi jika ada orang
menghina kita dan tidak langsung bangga pada pujian oarang lain sebelum kita
tau alasannya. Alasan itu akan membawa pemikiran kita kearah tindakan koreksi
diri......................................
Dalam
brahmajala sutta dikisahkan ketika
Sang Bhagava sedang berjalan di jalan antara kota Rajagaha dan Nalanda, diikuti
oleh 500 orang Bhikkhu. Pada saat itu
pula Suppiya paribbājaka bersama muridnya
seorang pemuda bernama Brahmadatta
sedang dalam perjalanan antara Rajagaha
dan Nalanda. Ketika itu Suppiya paribbajaka mengucapkan bermacam
kata-kata yang merendahkan Sang Buddha, Dhamma dan Sangha. Tetapi sebaliknya
muridnya Brahmadatta memuji Sang Buddha, Dhamma dan
Sangha. Demikianlah antara guru dan murid masing-masing memiliki pandangan yang
berbeda, sambil berjalan mengikuti rombongan Sang Bhagava.
Kemudian
Sang Buddha mengetahui perdebatan itu, sehingga sang buddha menjelaskan: “bilamana
orang mengucapkan kata-kata yang merendahkan Saya, Dhamma dan Sangha, janganlah
karena hal itu kamu membenci, dendam atau memusuhinya. Bilamana karena hal
tersebut kalian marah atau merasa tersinggung, maka hal itu akan menghalangi
jalan pembebasan diri kalian, dan mengakibatkan kalian marah dan tidak senang.
Apakah kalian dapat merenungkan ucapan mereka itu baik atau buruk ?”
“Tetapi bilamana ada orang mengucapkan
kata-kata yang merendahkan saya, Dhamma dan Sangha, maka kalian harus
menyatakan mana yang salah dan menunjukkan kesalahannya dengan mengatakan bahwa
berdasarkan hal ini atau itu, ini tidak benar, atau itu bukan begitu, hal
demikian tidak ada pada kami, dan bukan kami”.
“bilamana
orang lain memuji Saya, Dhamma dan Sangha, janganlah karena hal tersebut kamu
merasa bangga, gembira dan bersukacita. Bila kamu bersikap demikian maka hal
itu akan menghalangi jalan pembebasan diri kalian. Bilamana orang lain memuji
Saya, Dhamma dan Sangha, maka kamu harus menyatakan apa yang benar dan
menunjukkan faktanya dengan mengatakan bahwa, ‘berdasarkan hal ini atau itu,
ini benar, itu memang begitu, hal demikian ada pada kami, dan benar pada kami’ “.
............................................dst.
Demikian
yang dapat saya sampaikan, semoga bermanfaat bagi kita semua
Sabbe satta bhavantu sukhitatta
Namo Buddhaya.
Catatan:
ini hanyalah contoh materi Dhamma sesana sebagai gambaran saat kita akan
berlatih ceramah Dhamma
No comments:
Post a Comment